Gambaran
Faktor- Faktor Yang Mampengaruhi Ketidak efektifan Komunikasi Terapeutik Dengan
Pasien Pada Mahasiswa Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten Pidie Tahun 2012
ABSTRAK
Latar belakang Komunikasi terapeutik merupakan cara
untuk membina hubungan terapeutik antara perawat-pasien. Dalam proses
komunikasi terjadi penyampaian informasi yang dapat digunakan sebagai alat yang
efektif dalam memberi asuhan keperawatan pada pasien. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi
yang direncanakan secara sadar,
bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien.
Faktor yang mempengaruhi dalam berkomunikasi
terapeutik terdiri atas faktor internal dan faktor eksternal. faktor internal
meliputi komunikator dalam hal ini perawat dan komunikannya adalah pasien.
Faktor komunikator meliputi: pendidikan, lama bekerja, pengetahuan, sikap,
kondisi psikologis. Faktor komunikan adalah : perkembangan, kondisi, stress
hospitalisasi. Faktor eksternal meliputi; 1)sistem sosial, 2)saluran,
3)lingkungan.
Tujuan penelitian
ini yaitu untuk Mengetahui
bagaimana gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakefektifan komunikasi
terapeutik pada Mahasiswa Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten Pidie Tahun
2012.
Penelitian ini bersifat deskriptif, subjek
penelitiannya adalah mahasiswa Akademi Keperawatan Pemerintahan Kabupaten Pidie
dengan menggunakan cluster sampling yaitu 75 responden, pengumpulan data dengan
membagikan kuesioner kepada responden, adapun hasil penelitian ini di buat
dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
Hasil penelitian dan pengolahan data didapatkan
bahwa gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakefektifan komunikasi
terapeutik pada Mahasiswa Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten Pidie Tahun
2012 mempunyai pengetahuan katagori rendah sebanyak 40 responden (53,3%) sikap positif sebanyak 59
responden (78.7%) dan kesadaran diri yang tinggi sebanyak 56 responden (74.7%).
Kesimpulannya bahwa
pengetahuan mahasiswa berada pada katagori rendah, melihat kenyataan diatas
disarankan kepada Institusi Pendidikan,
khususnya DIII Keperawatan adalah
dengan memasukan program praktek komunikasi
terapeutik dalam kegiatan pembelajaran praktikum sehingga setelah menyelesaikan pendidikan, mahasiswa mampu mengaplikasikan komunikasi terapeutik dalam praktek keperawatan.
Daftar
pustaka : 14 buku (2002-2011)
+ 3 internet
Kata
kunci : pengetahuan, sikap, kesadaran diri
xii + 42 halaman + 3 tabel + 5
gambar + 8 lampiran
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam setiap aspek kehidupan mereka
yang mampu berkomunikasi dengan baik akan mendapat keberhasilan baik dalam
kehidupan sebagai pribadi maupun sebagai bagian dari suatu komunitas.
Keberhasilan misi sebuah lembaga keperawatan kesehatan sangat ditentukan oleh
keluwesan berkomunikasi setiap personel yang merupakan motor penggerak
orgasisasi. Lembaga yang dalam operasinya bergerak dalam bidang keperawatan
kesehatan senantiasa berhubungan dengan berbagai perilaku pasien yang berkepentingan
dengan jasa perawatan yang di kelolanya (Mahmud Macfoedz,2009).
Pasien sebuah rumah sakit terdiri dari anak-anak, orang dewasa, dan
mereka yang berusia lanjut yang berasal dari berbagai strata kehidupan dan
aneka latar belakang pendidikan dan kehidupan dalam masyarakat. Untuk dapat
berhubungan dengan baik dengan mereka diperlukan teori, pengetahuan dan
pengalaman berkomunikasi yang memadai (Mahmud Macfoedz,2009).
Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam hubungan
antar manusia. Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih bermakna
karena merupakan metode utama dalam mengimplementasikan proses keperawatan
(Purba,2003).
Komunikasi terapeutik merupakan cara
untuk membina hubungan terapeutik antara perawat-pasien. Dalam proses komunikasi
terjadi penyampaian informasi yang dapat digunakan sebagai alat yang efektif
dalam memberi asuhan keperawatan pada pasien.
Komunikasi dalam keperawatan disebut
komunikasi terapeutik, yakni komunikasi yang bermuatan terapi untuk penyembuhan
pasien. Tingkat usia pasien mulai dari lima tahun sampai yang berusia lanjut
memerlukan perlakuan dan gaya berkomunikasi yang berbeda-beda (Mahmud Macfoedz,2009).
Dalam pelayanan asuhan keperawatan, komunikasi terapeutik memegang
peranan penting untuk membantu pasien memecahkan masalahnya. Untuk mewujudkan
terlaksananya komunikasi terapeutik secara efektif diperlukan adanya kemauan
dan kesadaran diri yang tinggi dari perawat. Perawat harus mampu menciptakan
kondisi (keterpercayaan) yang dapat menimbulkan adanya rasa percaya pasien
terhadap perawat, pasien merasa diperhatikan, diterima, merasa aman, nyaman
(deskripsi) merasa diikutsertakan dalam setiap tindakan yang akan dilakukan
untuknya (orientasi masalah) pelayanan yang diberikan perawat dirasakan tulus,
tidak dengan paksaan (spontanitas) informasi yang dibutuhkan pasien harus jelas
(kejelasan) pasien merasa perawat dapat membantu mengurangi hal-hal yang
mengganggu pikirannya dalam menghadapi penyakitnya dan tanpa memandang siapa pasien
tersebut (persamaan) sehingga pasien merasa puas (Purba, 2003).
Kemampuan komunikasi yang baik dari perawat merupakan
salah satu faktor keberhasilan dalam melaksanakan proses keperawatan. Kemampuan
komunikasi sangat mempengaruhi kelengkapan data pasien. Untuk itu selain
perlunya meningkatkan kemampuan komunikasi perawat, kemampuan komunikasi pasien
juga perlu ditingkatkan. Perawat perlu mengetahui hambatan, kelemahan dan gaya pasien
dalam berkomunikasi. Perawat perlu memperhatikan budaya yang mempengaruhi kapan
dan dimana komunikasi dilakukan, penggunaan bahasa, usia dan perkembangan pasien
(Mundakir,2006).
Kelemahan dalam komunikasi merupakan masalah serius baik
bagi perawat maupun pasien. Perawat yang enggan berkomunikasi dengan
menunjukkan raut wajah yang tegang akan berdampak serius bagi pasien. Pasien
akan merasa tidak nyaman bahkan terancam dengan sikap perawat atau tenaga
kesehatan lainnya. Kondisi ini tentunya akan sangat berpengaruh terhadap proses
penyembuhan pasien. Dalam berkomunikasi dengan pasien, pesan yang disampaikan
kadang disalah tafsirkan, terutama ketika menjelaskan tujuan terapi dan kondisi
pasien. Seorang perawat yang menyampaikan pesan dengan kata-kata yang tidak
dimengerti dan penyampaian yang terlalu cepat akan mempengaruhi penerimaan
pasien terhadap pesan yang diberikan (Mundakir,2006).
Penggunaan komunikasi terapeutik perlu memerhatikan pengetahuan, sikap,
dan cara berkomunikasi (Budi Anna Keliat,1994).
Penelitian Jonhson yang dikutip Stuart and Sundeen (1989) menyebutkan
bahwa hubungan terapeutik dapat meningkatkan keterbukaan antara perawat dan pasien
sehingga dapat menurunkan kecemasan. Pengalaman ilmu untuk menolong sesama
memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang besar (Abdalati,1989).
Dalam praktek keperawatan, komunikasi adalah suatu alat yang penting
untuk membina hubungan terapeutik dan dapat mempengaruhi kualitas pelayanan
keperawatan. Lebih jauh, komunikasi sangat penting karena dapat mempengaruhi tingkat kepuasan pasien
terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan. Disisi lain, penyebab sumber
ketidakpuasan pasien sering disebabkan karena jeleknya komunikasi yang terjadi
dengan pasien. Oleh karena itu pengukuran kepuasan pasien terhadap komunikasi terapeutik
perawat akan bermanfaat dalam memonitor dan meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan, khususnya untuk meningkatkan pelayanan keperawatan (Purba,2003).
Faktor yang mempengaruhi dalam berkomunikasi terapeutik terdiri atas faktor
internal dan faktor eksternal. faktor internal meliputi komunikator dalam hal
ini perawat dan komunikannya adalah pasien. Faktor komunikator meliputi:
pendidikan, lama bekerja, pengetahuan, sikap, kondisi psikologis. Faktor
komunikan adalah : perkembangan, kondisi, stress hospitalisasi. Faktor
eksternal meliputi; 1)sistem sosial, 2)saluran, 3)lingkungan (Aziz Alimul
hidayats,2008).
Dari
banyak kasus yang ditemukan, pada umumnya perawat atau Mahasiswa praktek hanya akan masuk ke kamar pasien hanya untuk mengganti infus, merawat
luka, memberikan suntikan, memberikan obat dan menunggu apabila ada panggilan
dari pasien atau
keluarga pasien. Dari kasus tersebut terlihat bahwa interaksi komunikasi yang dilakukan
perawat dan Mahasiswa
praktek dengan pasien
bisa dikatakan
minim (http://ksh.co.id/newsDetail.php?ksh=2&do=30).
Terdapat 3 fase yang perlu perawat
dan Mahasiswa terapkan saat melakukan komunikasi terapeutik dengan pasien.
Ketiga fase tersebut adalah fase orientasi, fase kerja, dan fase terminasi
dimana dari hasil penelitian yang tidak dipublikasikan pada tahun 2005 membuktikan
kemampuan Mahasiswa menerapkan ketiga fase tersebut terhadap pasien. Dalam fase
orientasi kemampuan komunikasi Mahasiswa dalam menghadapi pasien berada pada
tingkat rendah yaitu 53,3%, pada fase kerja
atau lanjutan 46,7% sedangkan pada fase terminasi 50%. Sedangkan
kemampuan Mahasiswa dalam menerapkan teknik komunikasi terapeutik terhadap
pasien anak berada pada persentase 50%, dan kemampuan Mahasiswa dalam melakukan
komunikasi dengan orangtua anak berada pada tingkat 48,3%. (Rochana,2005)
Menurut pengamatan saat peneliti melakukan praktek
di RSU Sigli masih ada sebagian perawat dan Mahasiswa praktek yang tidak
berkomunikasi dengan baik kepada pasien saat menjalin hubungan.
Berdasarkan data dari Akademi Keperawatan
Pemerintah Kabupaten Pidie jumlah Mahasiswa tahun 2009/2010 195 orang, tahun
2010/2011 97 orang dan tahun 2011/2012 150 orang. Jadi, keseluruhannya 442
orang (Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten Pidie,2012).
Berdasarkan hasil survey awal dari 15 Mahasiswa
Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten Pidie yang dilakukan pada
tanggal 5 Mei 2012 di Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten Pidie terhadap
pengetahuan, sikap dan kesadaran diri Mahasiswa dalam berkomunikasi terapeutik
dengan pasien, 10 Mahasiswa kurang memahami dengan baik tentang komunikasi terapeutik
dengan pasien, dan 5 Mahasiswa memahami dengan baik tentang komunikasi terapeutik
dengan pasien, 11 Mahasiswa memiliki sikap yang positif dalam berkomunikasi terapeutik
dengan pasien, dan 4 Mahasiswa memiliki sikap yang negatif dalam berkomunikasi terapeutik
dengan pasien, 9 Mahasiswa memiliki kesadaran diri yang rendah dalam
berkomunikasi terapeutik dengan pasien dan 6 Mahasiswa memiliki kesadaran diri
yang tinggi dalam berkomunikasi terapeutik dengan pasien. Hal tersebut menunjukkan
masih kurangnya pengetahuan, sikap dan kesadaran diri Mahasiswa dalam berkomunikasi terapeutik
dengan pasien di Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten Pidie (Hasil survey,2012).
Menurut Aziz Alimul hidayat
(2008) Semakin bagus pengetahuan yang dimiliki, seseorang semakin mudah
menerima informasi sehingga penggunaan komunikasi terapeutik akan semakin
efektif, begitu juga dengan sikap dalam berkomunikasi akan mempengaruhi
keefektifan proses komunikasi, sikap yang kurang baik akan menyebabkan
pendengar kurang percaya terhadap komunikator. Sedangkan menurut Purba (2003)
untuk mencapai komunikasi yang efektif seorang perawat dipengaruhi oleh kemauan
dan kesadaran diri yang tinggi. Perawat
bisa berkomunikasi dengan baik bila mempunyai kesadaran diri yang baik (Mahmud
Machfuedz,2009).
Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang “Gambaran
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketidakefektifan Komunikasi Terapeutik Dengan
Pasien Pada Mahasiswa Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten Pidie Tahun 2012”.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan Uraian diatas, maka peneliti ingin mengetahui bagaimanakah
gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakefektifan komunikasi terapeutik
pada Mahasiswa Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten Pidie Tahun 2012.
C.
Tujuan Penelitian
1.
Tujuan Umum
Mengetahui
bagaimana gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakefektifan komunikasi terapeutik
pada Mahasiswa Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten Pidie Tahun 2012.
2.
Tujuan Khusus
a.
Mengetahui gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakefektifan komunikasi terapeutik pada Mahasiswa
Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten Pidie Tahun 2012 ditinjau dari
pengetahuan Mahasiswa.
b.
Mengetahui gambaran faktor-faktor yang
mempengaruhi ketidakefektifan komunikasi
terapeutik pada Mahasiswa Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten Pidie Tahun
2012 ditinjau dari sikap Mahasiswa.
c.
Mengetahui gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakefektifan komunikasi terapeutik pada Mahasiswa
Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten Pidie Tahun 2012 ditinjau dari
kesadaran diri Mahasiswa.
D.
Mamfaat
Penelitian
1.
Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengalaman dan wawasan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang ilmu komunikasi terapeutik
serta melatih penulis dalam mengembangkan pengetahuan berfikir secara objektif
dan menjadi bahan untuk penelitian lebih lanjut.
2.
Bagi Institusi Pendidikan
Dapat menjadi referensi untuk dapat memberi informasi
khususnya mengenai faktor yang mempengaruhi ketidakefektifan dalam komunikasi terapeutik
dengan pasien serta dimamfaatkan dan menambah pembendaharaan perpustakaan yang
ada.
3.
Bagi Mahasiswa
a.
Diharapkan Mahasiswa mempunyai pengetahuan komunikasi terapeutik
yang baik, sehingga berusaha selalu meningkatkan hubungan terapeutik dengan pasien.
b.
Dapat mengetahui apa saja yang mempengaruhi komunikasi terapeutik.
4. Bagi peneliti yang akan datang
Dapat dijadikan
pedoman untuk peneliti lebih lanjut terutama yang berhubungan dengan
faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakefektifan dalam komunikasi terapeutik
dengan pasien.
E.
Ruang
Lingkup Penelitian
Tempat
yang akan dijadikan penelitian adalah kampus Akademi Keperawatan Pemerintah
Kabupaten Pidie, yang akan direncanakan mulai bulan Juni 2012. Dan penelitian
ini termasuk dalam ruang lingkup materi keperawatan.
F.
Sistematikan
Penulisan
Mempermudah pembahasan
dan pengetahuan dari penulisan ini, penulis
mencoba menguraikan gambaran
secara sistematis penulisan
Karya Tulis Ilmiah dibagi dalam 6 (enam) bab yaitu :
BAB I : Pendahuluan
yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, ruang lingkup penelitian dan sistematika penulisan.
BAB
II : Tinjauan
pustaka meliputi komunikasi terapeutik, pengetahuan, sikap, kesadaran diri dan
kerangka teoritis.
BAB
III : Kerangka
konsep penelitian meliputi kerangka konsep penelitian, variabel dan definisi
operasional, dan cara pengukuran variabel.
BAB
IV :
Metode penelitian meliputi jenis penelitian, lokasi, waktu, populasi dan
sampel, tehnik pengumpulan
data, instrument penelitian, pengolahan
data, analisa data dan penyajian
data.
BAB
V : Hasil penelitian dan pembahasan meliputi
gambaran umum lokasi penelitian, hasil
penelitian dan pembahasan.
BAB
VI : Penutup meliputi kesimpulan dan saran.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Komunikasi Terapeutik
1.
Pengertian Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang
direncanakan secara sadar, bertujuan dan
kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Indrawati,2003).
Northouse (1998) menyatakan bahwa, “komunikasi
terapeutik adalah kemampuan atau keterampilan perawat untuk membantu pasien
beradaptasi terhadap stress, mengenai gangguan psikologis, dan belajar
bagaimana berhubungan dengan orang lain”. Sedangkan Stuart G.W. (1998)
menyatakan bahwa, “komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal
antara perawat dengan pasien memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka
memperbaiki pengalaman emosional pasien”. Hibdon,S. (2000) menyatakan bahwa
pendekatan konseling yang memungkinkan pasien menemukan siapa dirinya merupakan
fokus dari komunikasi terapeutik.
Komunikasi
terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling
memberikan pengertian antar perawat dengan pasien. Persoalan mendasar dan
komunikasi interpersonal adalah adanya saling membutuhan antara perawat dan
pasien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara
perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien menerima bantuan
(Indrawati,2003).
Komunikasi
terapeutik bukan pekerjaan yang bisa dikesampingkan, namun harus direncanakan,
disengaja, dan merupakan tindakan professional. Akan tetapi, jangan sampai
karena terlalu asyik bekerja, kemudian melupakan pasien sebagai manusia dengan
beragam latar belakang dan masalahnya (Arwani,2002).
2. Manfaat Komunikasi Terapeutik
Manfaat
komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerja sama antara
perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Mengidentifikasi,
mengungkap perasaan dan mengkaji masalah dan evaluasi tindakan yang dilakukan
oleh perawat (Indrawati,2003).
3. Tujuan Komunikasi Terapeutik
(Indrawati,2003).
Membantu
pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat
mengambil tindakan yang efektif untuk pasien, membantu mempengaruhi orang lain,
lingkungan fisik dan diri sendiri. Kualitas asuhan keperawatan yang diberikan
kepada pasien sangat dipengaruhi oleh kualitas hubungan perawat dan pasien.
Bila perawat tidak memperhatikan hal ini, hubungan perawat dan pasien tersebut
bukanlah hubungan yang memberikan dampak terapeutik yang mempercepat kesembuhan pasien, tetapi
hubungan sosial biasa.
Menurut
Stuart dan Sundeen juga Lindberg, Hunter, dan Kruszweski (dikutip dari hamid,
1996), tujuan terapeutik yang diarahkan pada pertumbuhan pasien meliputi :
a) Meningkatkan tingkat kemandirian pasien
melalui proses realisasi diri, penerimaan diri dan hormat terhadap diri sendiri
b)
Identitas diri yang jelas dan rasa integritas yang
tinggi
c)
Kemampuan untuk membina hubungan interpersonal yang
intim dan saling tergantung dan mencintai
d)
Meningkatkan kesejahteraan pasien dengan peningkatan
fungsi dan kemampuan yang memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan personal
yang realistis.
4.
Jenis Komunikasi Terapeutik
Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan
perilaku dan memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan
dunia sekitarnya. Menurut Potter dan Perry (1993) dalam Purba (2003),
komunikasi terjadi pada tiga tingkatan yaitu intrapersonal, interpersonal dan
publik.
Menurut Potter dan Perry (1993), Swansburg (1990),
Szilagyi (1984), dan Tappen (1995) dalam Purba (2003) ada tiga jenis komunikasi
yaitu verbal, tertulis dan non-verbal yang dimanifestasikan secara terapeutik.
5.
Karakteristik Komunikasi Terapeutik
Ada tiga hal mendasar yang memberi ciri-ciri
komunikasi terapeutik yaitu sebagai berikut (Arwani,2002):
- Ikhlas (Genuiness)
Semua perasaan negatif yang dimiliki oleh pasien harus bisa diterima dan
pendekatan individu dengan verbal maupun non verbal akan memberikan bantuan
kepada pasien untuk mengkomunikasikan kondisinya secara tepat.
- Empati (Empathy)
Merupakan sikap jujur dalam menerima kondisi pasien. Obyektif dalam
memberikan penilaian terhadap kondisi pasien dan tidak berlebihan.
- Hangat (Warmth)
Kehangatan dan sikap permisif yang diberikan diharapkan pasien dapat
memberikan dan mewujudkan ide-idenya tanpa rasa takut, sehingga pasien bisa
mengekspresikan perasaannya lebih mendalam.
6. Fase-fase dalam komunikasi terapeutik
a. Orientasi (Orientation)
Pada fase ini hubungan yang
terjadi masih dangkal dan komunikasi yang terjadi bersifat penggalian informasi
antara perawat dan pasien. Fase ini dicirikan oleh lima kegiatan pokok yaitu testing,
building trust, identification of problems and goals, clarification
of roles dan contract formation (pengujian, membangun kepercayaan,
identifikasi gol dan permasalahan, klarifikasi peran dan formasi kontrak).
b. Kerja (Working)
Pada fase ini perawat dituntut
untuk bekerja keras untuk memenuhi tujuan yang telah ditetapkan pada fase
orientasi. Bekerja sama dengan pasien untuk berdiskusi tentang masalah-masalah
yang merintangi pencapaian tujuan. Fase ini terdiri dari dua kegiatan pokok
yaitu menyatukan proses komunikasi dengan tindakan perawatan dan membangun
suasana yang mendukung untuk proses perubahan.
d.
Penyelesaian (Termination)
Pada fase ini perawat mendorong pasien untuk memberikan penilaian atas
tujuan telah dicapai, agar tujuan yang tercapai adalah kondisi yang saling
menguntungkan dan memuaskan. Kegiatan
pada fase ini adalah penilaian pencapaian tujuan dan perpisahan (Arwani,2002).
7. Faktor - Faktor Penghambat Komunikasi
(Indrawati, 2003)
Faktor-faktor
yang menghambat komunikasi terapeutik adalah:
a. Perkembangan yaitu orang yang memiliki perkembangan yang
kurang baik akan kesulitan melakukan komunikasi.
b.
Persepsi yaitu pendapat yang disampaikan belum
tentu dapat diterima
c.
Nilai yaitu isi pesan yang disampaikan belum
tentu dapat diterima oleh orang lain.
d.
Latar belakang sosial budaya yaitu perbedaan
kelas contohnya seorang petani dengan pengusaha.
e.
Emosi yaitu orang yang dalam keadaan emosi tidak
akan mampu berkomunikasi dengan baik.
f. Jenis kelamin yaitu komunikasi yang dilakukan antara laki-laki
dan perempuan akan mempengaruhi komunikasi.
g. Pelaksanaan yaitu orang yang memiliki pelaksanaan kurang baik
biasanya akan menggunakan bahasa yang tidak sesuai dengan keadaan dimana
komunikasi dilakukan.
h. Peran dan hubungan yaitu komunikasi yang dilakukan antara
pimpinan dengan bawahan atau guru dengan muridnya.
i.
Lingkungan tempat komunikasi berlangsung terlalu
bising sehingga pesan yang di sampaikan tidak jelas.
j.
Jarak saat melakukan komunikasi.
k. Citra diri atau rasa percaya diri saat melakukan komunikasi.
l.
Kondisi
fisik keadaan fisik sehat
atau sakit saat melakukan komunikasi.
8. Tahapan Dalam Komunikasi Terapeutik
Dalam komunikasi terapeutik
dilakukan secara bertahap yaitu:
a)
Tahap pra interaksi
Pra interaksi dimulai sebelum
kontak pertama dengan pasien. Pada tahap ini, kegiatan yang dilakukan oleh
perawat adalah:
-
Mengumpulkan data tentang pasien
-
Mengeksplorasi
perasaan, fantasi dan ketakutan diri
-
Membuat rencana pertemuan dengan pasien
b)
Tahap perkenalan atau orientasi
Fase ini dimulai pada pertemuan dengan pasien:
-
Memberikan
salam dan senyum pada pasien
-
Melakukan
validasi (kognitif, psikomotor, afektif)
-
Memperkenalkan nama perawat
-
Menanyakan nama panggilan kesukaan pasien
-
Menjelaskan
tanggung jawab perawat dan pasien
-
Menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan
-
Menjelaskan tujuan
-
Menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan
kegiatan
-
Menjelaskan kerahasiaan
c)
Tahap kerja
Pada tahap ini kegiatan yang
dilakukan adalah:
-
Memberi
kesempatan pada pasien untuk bertanya
-
Menanyakan keluhan utama
-
Memulai
kegiatan dengan cara yang baik
-
Melakukan kegiatan sesuai dengan rencana
d)
Tahap Terminasi
Terminasi merupakan tahap yang sangat sulit dan penting dari hubungan
terapeutik. Terminasi dapat terjadi pada saat perawat mengakhiri tugas atau
pasien pulang. Pada tahap ini, kegiatan yang dilakukan perawat adalah :
-
Menyimpulkan hasil wawancara meliputi evaluasi proses
atau hasil
-
Merencanakan tindak lanjut dengan pasien
-
Melakukan
kontrak (waktu dan tempat)
-
Mengakhiri wawancara dengan baik
B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Ketidakefektifan Komunikasi Terapeutik
Faktor yang mempengaruhi dalam
berkomunikasi terapeutik terdiri atas faktor internal dan faktor eksternal. faktor
internal meliputi komunikator dalam hal ini perawat dan komunikannya adalah
pasien. Faktor komunikator meliputi: pendidikan, lama bekerja, pengetahuan,
sikap, kondisi psikologis. Faktor komunikan adalah : perkembangan, kondisi,
stress hospitalisasi. Faktor eksternal meliputi; 1)sistem sosial, 2)saluran,
3)lingkungan (Aziz Alimul Hidayat, 2008).
Untuk mencapai komunikasi yang
efektif seorang perawat di pengaruhi oleh kemauan dan kesadaran diri yang
tinggi (Purba,2003).
1.
Faktor Pengetahuan
Pengetahuan pada hakekatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui
tentang sesuatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental
yang secara langsung atau tidak langsung turut memperkaya kehidupan kita, sebab
pengetahuan merupakan sumber jawaban bagi berbagai pertanyaan yang muncul dalam
kehidupan (Surjasumantri,2003).
Pengetahuan adalah berbagai gejala
yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan inderawi. Pengetahuan
muncul ketika seseorang menggunakan indera atau akal budinya untuk mengenali
benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan
sebelumnya (Irmayanti,2007).
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga
(Notoatmodjo,2007).
Pada dasarnya pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui
manusia, baik pengetahuan tersebut merupakan kesimpulan yang benar maupun
pengetahuan dengan kesimpulan yang salah (keliru). Oleh karenanya pengetahuan
bisa saja salah, akan tetapi pengetahuan yang hakiki sejatinya merupakan
pengetahuan yang benar (Dea,2008).
Pengetahuan adalah hasil dari proses
pembelajaran yang melibatkan indra penglihatan, pendengaran, penciuman dan
pengecapan. Pengetahuan akan memberi penguatan pada individu dalam setiap
mengambil keputusan dalam berperilaku (Setiawati & Dermawan,2008).
Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (over
behavior). Karena dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang
didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak
didasari oleh pengetahuan. Penelitian Roger (1974) mengungkapkan bahwa sebelum
orang mengadopsi perilaku di dalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan
yakni (Notoatmodjo,2007) :
-
Awareness (kesadaran) yakni orang tersebut
menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu
-
Interest yakni orang mulai tertarik pada
stimulus
-
Evaluation
(menimbang-nimbang baik
dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap
responden sudah lebih baik lagi.
-
Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru
-
Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai
dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Namun demikian, dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa
perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap diatas. Apabila penerimaan perilaku
baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini dimana didasari oleh
pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif (long lasting). Sebaliknya
apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak
akan berlangsung lama (Notoatmodjo,2007).
Pengetahuan yang dicakup dalam kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu
(Notoatmodjo, 2003) :
1.
Tahu (know)
Diartikan
sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk
dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu
yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah
diterima.
2.
Memahami (comprehension)
Memahami
diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek
yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar.
3.
Aplikasi (application)
Aplikasi
diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada
situasi atau kondisi real (sebenarnya).
4.
Analisis (analysis)
Analisis
adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam
komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut.
5.
Sintesis (synthesis)
Sintesis
menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan
bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain
sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang ada.
6.
Evaluasi (evaluation)
Evaluasi
ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi
atau objek penilaian berdasarkan suatu kriteria yang telah ada.
2.
Faktor Sikap
a.
Pengertian Sikap
Sikap adalah keadaan mental dan syaraf dari kesiapan
yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah,
respon individu pada semua objek dan situasi yang berkaitan dengannya. Sikap
itu dinamis dan tidak statis (Zanna dalam Sarwono,2002).
Menurut Nikels, sikap adalah suatu kecenderungan yang
baik ataupun kurang baik secara konsekuen. Jadi sikap adalah suatu keadaan jiwa
(netral) dan keadaan fikir (neural) yang dipersiapkan untuk memberikan
tanggapan terhadap suatu objek yang diorganisir melalui pengalaman serta
mempengaruhi secara langsung dan atau secara dinamis pada perilaku (Dharmesta
dan Handoko,2000).
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang
masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Newcomb, salah seoarang ahli
psikologi sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan
untuk bertindak dan lebih dapat dijelaskan lagi bahwa sikap merupakan reaksi
terhadap objek lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek
(Notoatmodjo,2003).
b.
Komponen Sikap
Dalam bagian lain, Allport (1994) menjelaskan sikap
itu mempunyai 3 komponen pokok yaitu ( Notoatmodjo,2003):
a) Kepercayaan (keyakinan) ide dan konsep
terhadap objek
b) Kehidupan emosional atau evaluasi
emosional terhadap suatu objek
c) Kecenderungan
untuk bertindak
Ketiga
komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude).
Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan berfikir, keyakinan dan emosi
memegang peranan penting.
c. Tingkatan Sikap
Seperti
halnya dengan pengetahuan, sikap juga terdiri dari berbagai tingkatan yaitu
(Notoatmodjo,2003):
- Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau dan memperhatikan
stimulus yang di berikan.
- Merespon (responding)
Dimana saat seseorang dapat memberikan jawaban apabila ditanya,
Mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah satu indikasi dari
sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan dan mengerjakan
tugas yang di berikan terlepas dari apakah pekerjaan itu benar atau salah
adalah berarti orang menerima ide tersebut.
- Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
dengan orang lain adalah suatu indikasi sikap tingkatan ketiga.
- Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab terhadap segala sesuatu yang telah di pilihnya dengan
segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Pengukuran sikap dapat
dilakukan secara langsung dengan menanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan
responden terhadap suatu objek dan secara tidak langsung dilakukan dengan
pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden.
d.
Sikap Perawat (Stevens,2000)
a)
Sikap
profesional perawat orang sakit meliputi :
1.
Keterlibatan
Perawat orang sakit harus merasa terlibat dengan pasien, keterlibatan
dapat kita lukiskan sebagai perhatian yang aktif terhadap pribadi yang sehat
maupun yang sakit terhadap pasien. Sebagai perawat tidak boleh mengambil sikap
menunggu tapi harus aktif mengambil inisiatif.
2.
Respek
Keterlibatan perawat terhadap pasien harus berjalan bersama dengan respek
(rasa hormat), sikap rasa hormat juga berarti menjaga jarak tertentu dengan
pasien. Dari sikap kita harus terlihat bahwa kita tidak menganggap pasien
sebagai teman tapi sebagai manusia.
3.
Empaty
Empaty berarti ikut merasakan. Kemampuan untuk ikut
merasakan situasi orang lain kita menempatkan diri kita sebagaimana orang.
4.
Kesungguhan
Kesungguhan dalam sikap dan tingkah laku perawat berarti bahwa orang
tidak memerankan peranan yang dibuat-buat.
b)
Sikap perawat dalam komunikasi
Perawat hadir secara utuh (Fisik dan Psikologis) pada
waktu berkomunikasi dengan pasien. Perawat tidak cukup hanya mengetahui tehnik
komunikasi, tetapi yang penting adalah sikap atau penampilan dalam
berkomunikasi. Sikap atau cara menghardik diri secara fisik sehingga dapat
memfasilitasi komunikasi yang terapeutik (Egan cit. Keliat,1992):
1.
Berhadapan
Sikap ini menunjukkan kesiapan dalam melayani dan mendengarkan keluhan
pasien.
2.
Mempertahankan kontak mata
Sikap ini menandakan kita menghargai pasien dengan menyatakan keinginan
untuk tetap berkomunikasi serta dapat dipercaya.
3.
Membungkuk kearah pasien
Sikap ini menunjukkan
keinginan untuk menyatakan atau mendengarkan semua apa yang dikatakan pasien.
4.
Mempertahankan sikap terbuka
Pada saat berkomunikasi dengan
pasien kita jangan melipatkan kaki atau menyilangkan tangan. Hal ini
menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi dan siap membantu pasien.
5.
Tetap relaks
Tetap bersikap tenang, meskipun pada situasi tidak menyenangkan kita
harus mengontrol ketegangan, kecemasan dan relaxasi dalam berkomunikasi dengan
pasien.
Widayatun (1999), mengatakan bahwa komunikasi yang
baik dari seorang perawat mampu memberikan kepercayaan dari pasien. Perlu
ditekankan bahwa kesan lahiriah perawat mampu berbicara banyak, maksudnya mulai
profil, tubuh, wajah terutama senyum dari perawat yang tulus, kerapian
berbusana, sikap yang familiar dan
yang lebih penting lagi cara bicara (komunikasi), sehingga terkesan
bertemperamen bijak, kesemua ini mencerminkan seorang perawat yang
berkepribadian.
3.
Faktor
Kesadaran Diri
Kesadaran diri adalah
kemampuan untuk berfikir tentang proses berfikir itu sendiri (Covey, 1997). Hal
ini dapat diartikan sebagai kemampuan individu untuk memahami perasaan, perilaku dan pikiran diri sendiri. Perawat harus dapat
mengkaji perasaan, reaksi dan perilakunya secara pribadi maupun sebagai pemberi
asuhan keperawatan.
Kesadaran diri merupakan
faktor penting untuk memperbaiki
kekurangan yang terjadi selama berlangsungnya komunikasi. Kesadaran diri dapat
timbul apabila ada pengetahuan dan kemauan yang memadai untuk meningkatkan
kualitas komunikasi. Ini dapat dilakukan melalui belajar kepada pihak lain,
mengenali diri dan sikap terbuka untuk menerima saran, kritik dan anjuran dari
pihak lain. kesadaran ini menentukan pola interaksi yang dibangun antara
komunikator dan komunikan, antara perawat dan pasien. Perawat harus mengenali
faktor pribadi yang berkenaan dengan sikap, nilai, kepercayaan, perasaan dan
perilaku. Perawat bisa berkomunikasi dengan baik bila mempunyai kesadaran diri
yang baik (Mahmud Machfuedz,2009).
Kesadaran diri dan perkembangan diri perawat perlu
ditingkatkan agar penggunaan diri secara terapeutik dapat lebih efektif.
Marisson dan Burnand (1991) menyatakan, “kecuali kita mengembangkan
keterampilan untuk menjadi sadar diri, kita bias kehilangan kemampuan untuk
menjadi orang lebih reflektif”. dengan tehnik reflektif pada apa yang
diungkapkan pasien, sebetulnya kita juga merefleksikan apa yang sedang kita lakukan.
Melalui refleksi itulah kita menyadari diri kita.
Perawat sebagai instrument
dalam komunikasi terapeutik harus mampu mengenal pribadinya dengan baik.
kesadaran ini diharapkan dapat menjadikan perawat dalam menerima secara
objektif perbedaan dan keunikan orang lain pasien. Kesadaran diri berpengaruh
terhadap komunikasi terapeutik (Mahmud Machfuedz,2009).
Ada dua konsep
(teori) relevan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesadaran diri yaitu
Jauhari Window dan Icerberg model of human personality.
Jauhari
Window
Jauhari Window dalam Stuart G.W (1998) menggambarkan perilaku, pikiran
dan perasaan seseorang dalam empat kuadran.
1
Dirinya tahu Orang lain tahu
|
II
Hanya orang lain Yang
tahu
|
III
Hanya Dirinya Yang tahu
|
IV
Dirinya dan orang lain
tidak tahu
|
Gambar
2.1 : Konsep Jauhari window
-
Kuadran satu adalah kuadran yang terdiri dari
perilaku, pikiran dan perasaan yang diketahui oleh individu dan orang lain
disekitarnya.
-
Kuadran dua sering disebut kuadran buta karena
hanya diketahui oleh orang lain sementara individu sendiri tidak menyadarinya.
-
Kuadran tiga disebut juga kuadran tersembunyi (hidden)
karena hanya diketahui oleh individu sendiri. Tugas perawat amat penting untuk
menggali atau mengungkap pengalaman pasien yang tersembunyi ini dalam rangka
memecah masalah pasien.
-
Kuadran empat, individu tidak banyak dikenal
orang lain, namun ia banyak mengetahui tentang orang lain sehingga tidak banyak
orang mengenal dirinya. Orang ini bahkan tidak mngenal dirinya sendiri.
Kesadaran ini menentukan pola interaksi yang dibangun antara komunikator
dan komunikan, antara perawat dan pasien. Dari kesadaran diri yang baik dapat
tercipta hubungan terapeutik yang saling memuaskan (Mahmud Machfoed, 2009).
Kesadaran diri dapat ditingkatkan melalui tiga cara, yaitu :
-
Pertama, Dengan mempelajari diri sendiri,
salah satu penyebab tidak efektifnya komunikasi perawat-pasien adalah karena
perawat kurang menyadari tentang aspek yang ada dalam dirinya. Aspek diri yang berada di luar kesadaran seseorang
akan berada di luar kendalinya. Hal ini dapat merusak interaksinya dengan orang
lain. Karena itu seorang perawat perlu mempelajari dirinya agar dia tahu apa
kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya (Kenworthy,2000).
-
Kedua,
Dengan cara belajar dari
orang lain. Banyak sekali sifat dan perilaku kita yang tidak kita sadari tetapi
orang lain melihatnya atau merasakannya. Seorang perawat perlu mendengarkan
semua pendapat atau komentar pasien, teman sejawat ataupun orang lain tentang
dirinya dan berusaha mengubah dirinya kearah yang lebih baik. Penolakan
terhadap kritik dan saran orang lain hanya akan merugikan diri sendiri karena
tidak akan ada perubahan pada dirinya.
-
Ketiga,
Dengan cara mengembangkan
sikap terbuka. Keterbukaan adalah salah satu kriteria kepribadian yang sehat
(Kozier, B. et al.,1991). Dengan terbuka pada orang lain seseorang akan
merasa aman ketika berinterakasi karena tidak ada sesuatu yang disembunyikan.
Iceberg model of human personality
Model ini menekankan adanya
sifat berlawanan dalam kepribadian seseorang (Geldard, D, 1998).
cinta
peduli
tidak peduli
benci pesimis
Gambar 2.2 : Konsep iceberg model of human
personality
Dengan memahami model ini menerima adanya “the
hidden part of me”I dari dirinya maupun pasien. Sehingga ketika pasien
mengungkapkan hal-hal yang jelek tentang dirinya, perawat bisa menerima dan
mengatakan itu hal yang normal. Kesadaran diri ini sangat penting karena
bagaimana anda memandang diri anda dan bagaimana orang lain memandang diri anda
akan mempengaruhi interaksi anda secara keseluruhan (Rahmat, J,1996).
C.
Kerangka Teoritis
Gambar
2.3 Kerangka Teoritis
BAB
III
KERANGKA
KONSEP PENELITIAN
A. Kerangka
Konsep
Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakefektifan komunikasi
terapeutik menuurut teori Aziz Alimul Hidayat (2008) dipengaruhi oleh
pengetahuan dan sikap, sedangkan menurut teori
Purba, (2003) dipengaruhi oleh kesadaran diri. Maka kerangka konsep
dapat diigambarkan sebagai berikut :
|
|||
Gambar 3.1 : Kerangka Konsep
No
|
Variabel
|
Definisi operasional
|
Cara Ukur
|
Alat Ukur
|
Hasil Ukur
|
Skala Ukur
|
1
|
Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Ketidakefektifan Komunikasi Terapeutik
|
Segala sesuatu yang
diketahui tentang Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketidakefektifan
berkomunikasi Terapeutik
|
-
|
-
|
-
|
-
|
1
|
Pengetahuan
|
Segala sesuatu yang diketahui Mahasiswa tentang
komunikasi terapeutik meliputi: pengertian, mamfaat, tujuan, jenis, fase-fase
dan faktor penghambat komunikasi terapeutik
|
Menyebarkan kuesioner
|
kuesioner
|
-Tinggi
-Sedang
-Rendah
|
ordinal
|
2
|
Sikap
|
Sikap adalah suatu kecenderungan yang baik ataupun kurang baik secara
konsekuen terhadap komunikasi terapeutik
|
Menyebarkan kuesioner
|
kuesioner
|
-Positif
-Negatif
|
ordinal
|
3
|
Kesadaran diri
|
Kesadaran diri adalah kemampuan untuk berfikir tentang proses
berfikir itu sendiri terhadap komunikasi terapeutik
|
Menyebarkan kuesioner
|
kuesioner
|
-Tinggi
-Rendah
|
ordinal
|
B.
Definisi Operasional
Gambar
3.2 : Definisi Operasional
C. Pengukuran
Variabel
Variabel pengukuran
dilakukan sebagai berikut :
1.
Pengetahuan
dapat dibagi menjadi 3 katagori (Notoatmodjo,2003) :
a.
Tinggi,
jika jawaban responden benar 76%-100%. Dengan nilai 76-100
b.
Sedang,
jika jawaban responden benar 56%-75%. Dengan nilai 56-75
c.
Rendah,jika jawaban responden benar
<56%. Dengan nilai <56
2. Sikap
dalam berkomunikasi terapeutik dibagi atas 2 katagori yang diukur berdasarkan
skala likert (Aziz Alimul Hidayat,2008) :
a.
Positif,
jika jawaban responden memenuhi skor >25
b.
Negatif,
jika jawaban responden memenuhi skor <25
3.
Kesadaran
diri dalam berkomunikasi terapeutik dibagi atas 2 katagori yang diukur
berdasarkan skala likert (Aziz Alimul Hidayat,2008) :
a.
Tinggi,
jika jawaban responden memenuhi skor >20
b.
Rendah,jika
jawaban responden memenuhi skor <20
BAB
IV
METODE
PENELITIAN
A.
Jenis Dan Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah deskriptif, penelitian deskriptif adalah penelitian
yang bertujuan untuk mendeskriptifkan atau memberi gambaran terhadap suatu
objek yang diteliti (Arikunto,2002).
B.
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di
kampus Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten Pidie.
C.
Waktu Penelitan
Waktu penelitian ini telah
dilaksanakan pada 22 sampai dengan 30 Juni Tahun 2012.
D.
Populasi dan Sampel
- Populasi
Populasi merupakan keseluruhan objek atau subjek dengan
karakteristik tertentu yang diteliti (Azis Alimul Hidayat,2008).
Populasi
penelitian ini adalah Mahasiswa tingkat II dan III yang terdapat di Akademi
Keperawatan Pemerintah Kabupaten Pidie Tahun 2012 sebanyak 292 orang.
- Sampel
Sampel merupakan
bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang
dimiliki oleh populasi (A.
Aziz Alimul Hidayat,2008).
Dalam penelitian
ini yang menjadi sampel adalah Mahasiswa tingkat II dan III yang terdapat di
Akademi Keperawatan Kabupaten Pidie. Maka, sampel diambil berdasarkan
rumus Slovin dalam Nursalam (2003)
sebagai berikut :
Keterangan:
n =
jumlah sampel
N =
jumlah populasi
d = tingkat signifikan
jadi :
Dengan demikian sampel yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah sebanyak 75
Mahasiswa.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian adalah cluster
sampling yaitu digunakan untuk menentukan sampel bila objek yang akan
diteliti atau sumber data sangat luas (Azis Alimul Hidayat,2008).
Jadi jumlah sampel Mahasiswa adalah 75/6 = 12,5 dan
dibulatkan menjadi 13 Mahasiswa. Tingkat IIA diambil 12 Mahasiswa, tingkat IIB
diambil 12 Mahasiswa, tingkat IIIA diambil 12 Mahasiswa, tingkat IIIB diambil
13 Mahasiswa, tingkat IIIC diambil 13 Mahasiswa dan tingkat IIID 13 Mahasiswa.
E.
Tehnik Pengumpulan Data
1)
Data primer
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini diperoleh
langsung dari responden dengan mengadakan wawancara dengan Mahasiswa Akademi
keperawatan pemerintah kabupaten Pidie dengan menggunakan kuesioner.
2)
Data sekunder
Data yang diperoleh dari Akademi Keperawatan
Pemerintah Kabupaten Pidie.
F.
Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian
ini berupa data berisi variabel-variabel akan peneliti lakukan yang datanya
tersebut diambil dari kuesioner. Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis
yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan.
Jumlah soal yang digunakan dalam kuesioner yaitu 28 soal, terdiri dari variabel
pengetahuan 10 soal, variabel sikap 10 soal, dan variabel kesadaran diri 8
soal.
G.
Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan secara manual, pelaksanaannya dilakukan sebagai
berikut (Budiarto,2002):
a.
Editing, langkah ini peneliti mengoreksi dan
meneliti kembali data yang telah dikumpulkan yang bertujuan untuk mengetahui
kelengkapan data.
b.
Coding, memberi nilai atau angka tertentu
terhadap kuesioner yang diajukan.
c.
Processing/Entry, Merupakan tahap memproses
data agar dapat di analisis. Proses data dilakukan dengan cara meng-entry data
dari koesioner ke paket program komputer.
d.
Cleaning, yaitu membersihkkan data yang
dikumpulkan dan melakukan pengecekan
kembali data yang telah di-entry.
e.
Tabulating, tabulasi data yang telah lengkap
disusun sesuai dengan variabel yang dibutuhkan lalu dimasukan kedalam tabel
distribusi frekuensi. Setelah diperoleh hasil dengan cara perhitungan, kemudian
nilai tersebut dimasukan ke dalam kategori nilai yang telah dibuat.
H.
Analisa Data
Analisa data dilakukan untuk masing-masing variabel yaitu dengan melihat
persentase dari setiap tabel distribusi frekwensi dengan menggunakan rumus
Budiarto (2002).
keterangan :
P : persentase
f :
frekwensi teramati
n : jumlah observer
I.
Penyajian Data
Data yang telah dikumpulkan diolah secara manual kemudian disajikan dalam
bentuk tabel distribusi frekwensi untuk dinarasikan.
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1.
Letak Geografis
Kampus Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten Pidie
merupakan salah satu kampus Akademi keperawatan yang terletak di jalan Prof. A.
Majid Ibrahim Tijue – Sigli Kabupaten Pidie yang berbatasan dengan
:
a.
Sebelah Utara berbatasan dengan Gudang Farmasi
Pemerintah Kabupaten Pidie
b.
Sebelah Timur berbatasan dengan Rumah Sakit Umum Sigli
c.
Sebelah Barat berbatasan dengan Jalan Raya Banda Aceh - Medan
d.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Rumah Sakit Umum
Sigli
2.
Data Demografi
Jumlah Mahasiswa Akademi Keperawatan Pemerintah
Kabupaten Pidie adalah sebanyak 442 Mahasiswa yang tediri dari 16 Ruang.
Mahasiswa tahun 2009/2010 195 orang, tahun 2010/2011 97 orang dan tahun
2011/2012 150 orang. Dengan laki-laki 174 Mahasiswa dan perempuan 268
Mahasiswa.
3.
Fasilitas kampus
|
Kampus Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten Pidie memiliki
tiga pudir, satu ruang Tata usaha, delapan ruang kuliah, satu ruang
laboratorium praktek, satu perpustakaan, satu ruang laboratorium komputer, satu
aula, satu lapangan futsal dan satu asrama putra.
B. Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan
mulai tanggal 22 s/d 30 Juni 2012 di kampus Akademi Keperawatan pemerintah
Kabupten Pidie, untuk melihat dapat disajikan dalam tabel distribusi di bawah
ini :
a. Pengetahuan
Tabel 5.1
Distribusi frekuensi berdasarkan
pengetahuan mahasiswa tentang gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakefektifan
komunikasi terapeutik di Akademi
Keperawatan Pemerintah Kabupaten Pidie tahun 2012
No
|
Pengetahuan
|
Frekuensi (f)
|
Persentase (%)
|
1
|
Tinggi
|
4
|
5.3
|
2
|
Sedang
|
31
|
41.3
|
3
|
Rendah
|
40
|
53.4
|
Jumlah
|
75
|
100
|
Sumber
: data primer diolah tahun 2012
Berdasarkan tabel 5.1 dari 75 responden
yang penulis teliti di Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten Pidie tentang pengetahuan
komunikasi terapeutik mayoritas berada pada katagori rendah yaitu 40 responden
(53.4%), dan minoritas berada pada katagori tinggi yaitu 4 responden (5.3%).
b. Sikap
Tabel 5.2
Distribusi
frekuensi berdasarkan sikap mahasiswa tentang gambaran faktor- faktor yang
mempengaruhi ketidakefektifan komunikasi terapeutik di Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten
Pidie tahun 2012
No
|
Sikap
|
Frekuensi (f)
|
Persentase (%)
|
1
|
Positif
|
59
|
78.7
|
2
|
Negatif
|
16
|
21.3
|
Jumlah
|
75
|
100
|
Sumber : data primer diolah tahun
2012
Berdasarkan
tabel 5.2 dari 75 responden yang penulis teliti di Akademi Keperawatan
Pemerintah Kabupaten Pidie tentang sikap dalam berkomunikasi terapeutik
mayoritas berada pada katagori positif yaitu 59 responden (78.7%).
c. Kesadaran diri
Tabel 5.2
Distribusi
frekuensi berdasarkan Kesadaran Diri mahasiswa tentang faktor - faktor yang
mempengaruhi ketidakefektifan komunikasi terapeutik di Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten
Pidie tahun 2012
No
|
Kesadaran diri
|
Frekuensi (f)
|
Persentase (%)
|
1
|
Tinggi
|
56
|
74.7
|
2
|
Rendah
|
19
|
25.3
|
Jumlah
|
75
|
100
|
Sumber : data primer diolah tahun
2012
Berdasarkan tabel 5.3
dari 75 responden yang penulis teliti di Akademi Keperawatan Pemerintah
Kabupaten Pidie tentang kesadaran diri dalam komunikasi terapeutik mayoritas
berada pada katagori tinggi yaitu 56 responden (74.7%).
C. Pembahasan
1. Pengetahuan
Dari hasil penelitian di Akademi
Keperawatan Pemerintah Kabupaten Pidie Tahun 2012 didapatkan bahwa dari 75 , 4
responden (5.3%) berpengetahuan tinggi tentang komunikasi terapeutik dengan
pasien, 31 responden (41.3%) berpengetahuan sedang dan 40 responden (53.4%)
berpengetahuan rendah.
Menurut Indrawati (2003) komunikasi
terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan
secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan
pasien.
Menurut Setiawati & Dermawan (2008)
Pengetahuan adalah hasil dari proses pembelajaran yang melibatkan indra
penglihatan, pendengaran, penciuman dan pengecapan. Pengetahuan akan memberi
penguatan pada individu dalam setiap mengambil keputusan dalam berperilaku.
Menurut Aziz
Alimul hidayat (2008) Semakin bagus pengetahuan yang dimiliki seseorang semakin
mudah menerima informasi sehingga penggunaan komunikasi terapeutik akan semakin
efektif.
Berdasarkan asumsi penulis bahwa di
Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten Pidie tingkat pengetahuan mahasiswa
tentang komunikasi terapeutik dengan pasien adalah katagori rendah.
2. Sikap
Dari hasil penelitian di Akademi
Keperawatan Pemerintah Kabupaten Pidie Tahun 2012 didapatkan bahwa dari 75 , 59
responden (78.7%) memiliki sikap positif dalam komunikasi terapeutik dengan
pasien dan 16 responden (13.3%) memiliki sikap negatif.
Menurut Zanna dalam Sarwono (2002) sikap
adalah keadaan mental dan syaraf dari kesiapan yang diatur melalui pengalaman
yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah, respon individu pada semua objek
dan situasi yang berkaitan dengannya. Sikap itu dinamis dan tidak statis.
Menurut Notoatmodjo (2003) sikap itu
mempunyai 3 komponen pokok yaitu :
d)
Kepercayaan
(keyakinan) ide dan konsep terhadap objek
e)
Kehidupan
emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek
f)
Kecenderungan untuk bertindak
Menurut Egan cit. Keliat dalam Arwani
(2002) Perawat tidak cukup hanya mengetahui tehnik komunikasi, tetapi yang
penting adalah sikap atau penampilan dalam berkomunikasi. Sikap atau cara
menghardik diri secara fisik sehingga dapat memfasilitasi komunikasi yang
terapeutik.
Berdasarkan asumsi penulis bahwa di
Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten Pidie sikap mahasiswa dalam
berkomunikasi terapeutik dengan pasien adalah katagori positif.
3. Kesadaran
diri
Dari hasil penelitian di Akademi
Keperawatan Pemerintah Kabupaten Pidie Tahun 2012 didapatkan bahwa dari 75 , 56
responden (74.7%) memiliki kesadaran diri tinggi dalam komunikasi terapeutik
dengan pasien dan 19 responden (25.3%) memiliki kesadaran diri yang rendah.
Menurut Covey
dalam Sujono (2009)
Kesadaran diri adalah kemampuan untuk berfikir tentang proses berfikir itu
sendiri. Hal ini dapat diartikan sebagai kemampuan individu untuk memahami
perasaan, perilaku dan pikiran diri
sendiri. Perawat harus dapat mengkaji perasaan, reaksi dan perilakunya secara
pribadi maupun sebagai pemberi asuhan keperawatan.
Menurut Mahmud Machfuedz (2009)
Kesadaran diri merupakan faktor penting
untuk memperbaiki kekurangan yang terjadi selama berlangsungnya
komunikasi. Kesadaran diri dapat timbul apabila ada pengetahuan dan kemauan yang
memadai untuk meningkatkan kualitas komunikasi. Ini dapat dilakukan melalui
belajar kepada pihak lain, mengenali diri dan sikap terbuka untuk menerima
saran, kritik dan anjuran dari pihak lain. kesadaran ini menentukan pola
interaksi yang dibangun antara komunikator dan komunikan, antara perawat dan
pasien. Perawat harus mengenali faktor pribadi yang berkenaan dengan sikap,
nilai, kepercayaan, perasaan dan perilaku. Perawat bisa berkomunikasi dengan
baik bila mempunyai kesadaran diri yang baik.
Berdasarkan asumsi penulis bahwa di
Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten Pidie
tingkat kesadaran diri mahasiswa dalam berkomunikasi terapeutik dengan
pasien adalah katagori tinggi.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil
penelitian dan pembahasan yang telah di uraikan tentang gambaran
faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakefektifan komunikasi terapeutik dengan
pasien pada Mahasiswa Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten Pidie Tahun 2012, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Pengetahuan responden mayoritasnya adalah
rendah yaitu sebanyak 40 responden (53,3%). Dari hasil penelitian dapat kita
simpulkan bahwa pengetahuan sangat mempengaruhi ketidakefektifan dalam
berkomunikasi terapeutik dengan pasien.
2. Sikap responden pada umumnya positif yaitu
59 responden (78.7%). Sikap yang positif merupakan modal dalam
berkomunikasi terapeutik dengan pasien.
3. Kesadaran diri responden pada umumnya
tinggi yaitu 56 responden (74.7%). Dari hasil penelitian dapat kita simpulkan
bahwa untuk mencapai
komunikasi yang efektif seseorang dipengaruhi oleh kemauan dan kesadaran diri
yang tinggi.
|
B. Saran
1. Diharapkan agar Institusi Pendidikan, khususnya
DIII Keperawatan untuk memasukan program praktek komunikasi
terapeutik dalam kegiatan pembelajaran praktikum sehingga setelah menyelesaikan
pendidikan, mahasiswa mampu mengaplikasikan komunikasi terapeutik
dalam praktek keperawatan.
2. Diharapkan agar Mahasiswa dapat menguasai atau menanamkan kemampuan
komunikasi terapeutik dengan pasien secara efektif sehingga tercipta atau
terjalin hubungan terapeutik dengan baik.
3. Diharapkan agar peneliti yang akan
datang dapat mengembangkan hasil penelitian ini dengan menambah
jumlah variabel yang dapat berpengaruh terhadap ketidakefektifan komunikasi
terapeutik seperti pendidikan, pengalaman, kondisi psikologis
dan lain sebagainya.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul Nasir,et al. 2011. Komunikasi dalam Keperawatan : Teori dan Aplikasi. Salemba Medika : Jakarta
Arikunto. 2005. Prosedur Penelitian.
Rineka Cipta : Jakarta
Arwani. 2002. Komunikasi dalam keperawatan. EGC : Jakarta
Budiarto. 2002. Biostatistik untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat.
EGC : Jakarta
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Riset
Keperawatan dan Tehnik Penulisan Ilmiah.
Salemba Medika : Jakarta
Machfoedz, Mahmud. 2009. Komunikasi Keperawatan (Komunikasi Terapeutik). Gambika : Yogyakarta
Mundakir, 2006. Komunikasi
Keperawatan, Aplikasi Dalam Pelayanan. Graha Ilmu : Yogyakarta.
Notoatmodjo, S., 2003. Ilmu
Kesehatan Masyarakat, Prinsip-Prinsip Dasar.: Rineka Cipta, Jakarta.
__________, 2007. Promosi
Kesehatan Masyarakat Dan Ilmu Perilaku, PT. Rineka Cipta : Jakarta
Nursalam. 2007. Manajemen Keperawatan : Aplikasi Dalam
Praktik Keperawatan Professional. Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika
Riyadi, sujono &
Purwonto, Teguh.2009. Asuhan Keperawatan
Jiwa. Yogyakarta:
Graha Ilmu
Rochana, Nana. (2005).Kemampuan
Perawat dalam Menerapkan Komunikasi Terapeutik Terhadap Anak di Bangsal Anak
Rumah Sakit Pemerintah di Semarang.
Skripsi. Universitas Diponegoro
Suryani, 2005. Komunikasi Terapeutik : Teori dan Praktek, Jakarta. EGC
Wulan, kencana : Hastuti, M.
2011. Pengantar Etika Keperawatan :
Paduan Lengkap Menjadi Perawat Professional Berwawasan Etis. Jakarta :
Prestasi Pustakara
Indrawati, 2003, Tentang komunikasi
terapeutik. www/wikepedia.orng.com.
Purba Marlindawani Jenny, 2003. Komunikasi Dalam Keperawatan. www.one.indoskripsi.com. di akses 22
April 2012
Rahayu, Sri.
2010. Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Pasien Anak dan
Orangtua http://www.ksh.co.id/newsDetail.php, di akses 22 April 2012
di
akses 22 April 2012
No comments:
Post a Comment